Kamis, 18 April 2013

Enaknya Vagina Pembantuku masih 17 Tahun

Namaku Hartono, usia 50 tahun, sudah beristeri dan mempunyai 4 orang anak. Rumahku terletak di pinggiran kota Jakarta yang bisa disebut sebagai kampung. Orang tuaku tinggal di sebuah perumahan yang cukup elite tidak jauh dari rumahku.

Orang tuaku memang bisa dibilang berkecukupan, sehingga mereka bisa mempekerjakan pembantu. Nah pembantu orang tuaku inilah yang menjadi ‘pemeran utama’ dalam ceritaku ini.

Bapakku baru dua bulan lalu meninggal dunia, jadi sekarang ibuku tinggal sendiri hanya ditemani Marini, pembantunya yang sudah hampir 4 tahun bekerja disitu. Marini baru berumur 17 tahun, cantik, dan belum bersuami.

Body Marini seksi sekali. Tinggi kira-kira 164 cm, dengan pinggul yang bulat dan dada berukuran 36. Kulitnya agak cokelat. Sering sekali aku memperhatikan kemolekan tubuh pembantu ibuku ini, sambil membandingkannya dengan tubuh isteriku yang sudah melar.

Saat itu aku kurang enak badan. Aku pulang dari kantor jam 10.00 WIB. Sampai di rumah, kudapati rumah kosong. Rupanya isteriku pergi, sedang anak-anakku sedang sekolah. Aku coba ke rumah ibuku, yang hanya berjarak 5 menit berjalan kaki dari rumahku. Biasanya kalau tidak ada di rumah, isteriku sering main ke rumah ibuku, entah untuk sekedar ngobrol dengan ibuku atau membantu beliau kalau sedang sibuk apa saja.

Sampai di rumah ibuku, ternyata disanapun kosong, cuma ada Marini, sedang memasak.
Kutanya Marini.
"Mar, Bu Dewi (nama isteriku) kesini nggak?"
"Iya Pak, tadi kesini, tapi terus sama temannya" jawab Marini.
"Terus Ibu sepuh (Ibuku) kemana?" Tanyaku lagi.
"Tadi dijemput Bu Ina (Adikku) diajak ke sekolah Yogi (keponakanku)"
"Oooh" sahutku pendek.
"Masak apa En? tanyaku sambil mendekat ke dapur, dan seperti biasa, mataku langsung melihat tonjolan pinggul dan pantatnya juga dadanya yang aduhai itu.
"Ini Pak, sayur sop"

Rupanya dia ngerasa juga kalau aku sedang memperhatikan pantat dan dadanya.
"Pak Hartono ngeliatin apa sih" Tanya Marini.
Karena selama ini aku sering juga bercanda sama dia, akupun menjawab,
"Ngeliatin pantat kamu Mar. Kok bisa seksi begitu sih Mar?"
"Iiih Bapak, kan Ibu Dewi juga pantatnya gede"
"Iya sih, tapi kan lain sama pantat kamu Mar"

"Lain gimana sih Pak?" tanya Marini, sambil matanya melirik kearahku.
Aku yakin, saat itu memang Marini sedang memancingku untuk kearah yang lebih hot lagi.
Merasa mendapat angin, akupun menjawab lagi, "Iya, kalo Bu Dewi kan cuma menang gede, tapi tepos"
"Terus, kalo saya gimana Pak?" Tanyanya sambil melirik genit.
Kurang ajar, pikirku. Lirikannya langsung membuat tititku berdiri.
Langsung aku berjalan kearahnya, berdiri di belakang Marini yang masih mengaduk ramuan sop itu di kompor.
"Kalo kamu kan, pinggulnya gede, bulat dan kayaknya masih kencang", jawabku sambil tanganku meraba pinggulnya.
"Idih Bapak, emangnya saya motor bisa kencang" sahut Marini, tapi tidak menolak saat tanganku meraba pinggulnya.

Mendengar itu, akupun yakin bahwa Marini memang minta aku ‘apa-apain’.
Akupun maju sehingga tititku yang sudah berdiri dari tadi itu menempel di pantatnya. Adduuhh, rasanya enak sekali karena Marini memakai rok berwarna abu-abu (seperti rok anak SMU) yang terbuat dari bahan cukup tipis. Terasa sekali tititku yang keras itu menempel di belahan pantat Marini yang, seperti kuduga, memang padat dan kencang.
"Apaan nih Pak, kok keras? tanya Marini genit.
"Ini namanya sonny Mar, sodokan nikmat" sahutku.
Saat itu, rupanya sop yang dimasak sudah matang. Marinipun mematikan kompor, dan dia bersandar ke dadaku, sehingga pantatnya terasa menekan tititku. Aku tidak tahan lagi mendapat sambutan seperti ini, langsung tanganku ke depan, ku remas kedua buah dadanya. Alamaak, tanganku bertemu dengan dua bukit yang kenyal dan terasa hangat dibalik kaos dan branya.

Saat kuremas, Marini sedikit menggelinjang dan mendesah, "Aaahh, Pak" sambil kepalanya ditolehkan kebelakang sehingga bibir kami dekat sekali. Kulihat matanya terpejam menikmati remasanku. Kukecup bibirnya (walaupun agak terganggu oleh giginya yang sedikit tonggos itu), dia membalas kecupanku. Tak lama kemudian, kami saling berpagutan, lidah kami saling belit dalam gelora nafsu kami. TItitku yang tegang kutekantekankan ke pantatnya, menimbulkan sensasi luar biasa untukku (kuyakin juga untuk Marini).

Sekitar lima menit, keturunkan tangan kiriku ke arah pahanya. Tanpa banyak kesukaran akupun menyentuh CDnya yang ternyata telah sedikit lembab di bagian vaginanya.
Kusentuh vaginanya dengan lembut dari balik CDnya, dia mengeluh kenikmatan, "Ssshh, aahh,
Pak Hartono, paak.. jangan di dapur dong Pak"
Dan akupun menarik tangan Marini, kuajak ke kamarnya, di bagian belakang rumah ibuku.
Sesampai di kamarnya, Marini langsung memelukku dengan penuh nafsu, "Pak, Marini sudah lama lho pengen ngerasain punya Bapak"
"Kok nggak bilang dari dulu Mar?" tanyaku sambil membuka kaos dan roknya.
Dan.. akupun terpana melihat pemandangan menggairahkan di tubuh pembantu ibuku ini.

Kulitnya memang tidak putih, tapi mulus sekali. Buah dadanya besar tapi proporsional dengan tubuhnya. Sementara pinggang kecil dan pinggul besar ditambah bongkahan pantatnya bulat dan padat sekali. Rupanya Marini tidak mau membuang waktu, diapun segera membuka kancing bajuku satu persatu, melepaskan bajuku dan segera melepaskan celana panjangku.

Sekarang kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam saja, dia bra dan CD, sedangkan aku hanya CD saja. Kami berpelukan, dan kembali lidah kami berpagut dalam gairah yang lebih besar lagi. Kurasakan kehangatan kulit tubuh Marini meresap ke kulit tubuhku. Kemudian lidahku turun ke lehernya, kugigit kecil lehernya, dia menggelinjang sambil mengeluarkan desahan yang semakin menambah gairahku, "Aahh, Bapak".

Tanganku melepas kait branya, dan bebaslah kedua buah dada yang indah itu. Langsung kuciumi, kedua bukit kenyal itu bergantian. Kemudian kujilati pentil Marini yang berwarna coklat, terasa padat dan kenyal (Beda sekali dengan buah dada isteriku), lalu kugigit-gigit kecil pentilnya dan lidahku membuat gerakan memutar disekitar pentilnya yang langsung mengeras.

Kurebahkan Marini ditempat tidurnya, dan kulepaskan CDnya. Kembali aku tertegun melihat keindahan kemaluan Marini yang dimataku saat itu, sangat indah dan menggairahkan. Bulunya tidak terlalu banyak, tersusun rapi dan yang paling mencolok adalah kemontokan vagina Marini. Kedua belah bibir vaginanya sangat tebal, sehingga klitorisnya agak tertutup oleh daging bibir tersebut. Warnanya kemerahan.
"Pak, jangan diliatin aja dong, Marini kan malu" Kata Marini.

Aku sudah tidak mempunyai daya untuk bicara lagi, melainkan kutundukkan kepalaku dan bibirkupun menyentuh vagina Marini yang walaupun kakinya dibuka lebar, tapi tetap terlihat rapat, karena ketebalan bibir vaginanya itu. Marini menggelinjang, menikmati sentuhan bibirku di klitnya. Kutarik kepalaku sedikit kebelakang agar bisa melihat vagina yang sangat indah ini.
"Marini, vagina kamu indah sekali, sayang"
"Pak Hartono suka sama vagina Marini? tanya Marini.
"Iya sayang, vagina kamu indah dan seksi, baunya juga enak" jawabku sambil kembali mencium dan menghirup aroma dari vagina Marini.
"Mulai sekarang, vagina Marini cuma untuk Pak Hartono" Kata Marini.
"Pak Hartono mau kan?"
"Siapa sih yang nggak mau vagina kayak gini En?" tanyaku sambil menjilatkan lidahku ke vaginanya kembali.
Marini terlihat sangat menikmati jilatanku di klitorisnya. Apalagi saat kugigit klitorisnya dengan lembut, lalu lidahku ku masukkan ke liang kenikmatannya, dan sesekali kusapukan lidahku ke lubang anusnya.
"Oooh, sshshh, aahh.. Pak Hartono, enak sekali Pak. Terusin ya Pak Hartono sayang"

Sepuluh menit, kulakukan kegiatan ini, sampai dia menekan kepalaku dengan kuat ke vaginanya, sehingga aku sulit bernafas"Pak Hartono.. aahh, Marini nggak kuat Pak.. sshh"Kurasakan kedua paha Marini menjepit kepalaku bersamaan dengan itu, kurasakan vagina Marini menjadi semakin basah. Marini sudah mencapai orgasme yang pertama. Marini masih menghentak-hentakkan vaginanya kemulutku, sementara air maninya meleleh keluar dari vaginanya. Kuhirup cairan kenikmatan Marini sampai kering. Dia terlihat puas sekali, matanya menatapku dengan penuh rasa terima kasih. Aku senang sekali melihat dia mencapai kepuasan.

Tak lama kemudian dia bangkit sambil meraih kemaluanku yang masih berdiri tegak seperti menantang dunia. Dia memasukkan kemaluanku kedalam mulutnya, dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Ooouugh, nikmatnya, ternyata Marini sangat memainkan lidahnya, kurasakan sensasi yang sangat dahsyat saat giginya yang agak tonggos itu mengenai batang kemaluanku. Agak sakit tapi justru sangat nikmat. Marini terus mengulum kemaluanku, yang semakin lama semakin membengkak itu. Tangannya tidak tinggal diam, dikocoknya batang kemaluanku, sambil lidah dan mulutnya masih terus mengirimkan getaran-getaran yang menggairahkan di sekujur batang kemaluanku.

"Pak Hartono, Marini masukin sekarang ya Pak?" pinta Marini.
Aku mengangguk. Dia langsung berdiri mengangkangiku tepat di atas kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku, lalu diturunkannya pantatnya. Di bibir vaginanya, dia menggosok-gosokkan kepala kemaluanku, yang otomatis menyentuh klitorisnya juga. Kemudian dia arahkan kemaluanku ke tengah lobang vaginanya. Dia turunkan pantatnya, dan.. slleepp.. sepertiga kemaluanku sudah tertanam di vaginanya. Marini memejamkan matanya, dan menikmati penetrasi kemaluanku.

Aku merasakan jepitan yang sangat erat dalam kemaluan Marini. Aku harus berjuang keras untuk memasukkan seluruh kemaluanku ke dalam kehangatan dan kelembaban vagina Marini. Ketika kutekan agak keras, Marini sedikit meringis. Sambil membuka matanya, dia berkata, "Pelan dong Pak Hartono, sakit nih, tapi enak banget". Dia menggoyangkan pinggulnya sedikit-sedikit, sampai akhirnya seluruh kemaluanku lenyap ditelan keindahan vaginanya.

Kami terdiam dulu, Marini menarik nafas lega setelah seluruh kemaluanku ‘ditelan’ vaginanya. Dia terlihat konsentrasi, dan tiba-tiba.. aku merasa kemaluanku seperti disedot oleh suatu tenaga yang tidak terlihat, tapi sangat terasa dan enaak sekali. Ruaar Biasaa! Kemaluan Marini menyedot kemaluanku!

Belum sempat aku berkomentar tentang betapa enaknya vaginanya, Marinipun mulai membuat gerakan memutar pinggulnya. Mula-mula perlahan, semakin lama semakin cepat dan lincah gerakan Marini. Waw.. kurasakan kepalaku hilang, saat dia ‘mengulek’ kemaluanku di dalam vaginanya. Marini merebahkan badannya sambil tetap memutar pinggulnya. Buah dadanya yangbesar menekan dadaku, dan.. astaga.. sedotan vaginanya semakin kuat, membuat aku hampir tidak bertahan.

Aku tidak mau orgasme dulu, aku ingin menikmati dulu vagina Marini yang ternyata ada ‘empot ayamnya’ ini lebih lama lagi. Maka, kudorong tubuh Marini ke atas, sambil kusuruh lepas dulu, dengan alasan aku mau ganti posisi. Padahal aku takut ‘kalah’ sama dia.

Lalu kusuruh Marini tidur terlentang, dan langsung kuarahkan kemaluanku ke vaginanya yang sudah siap menanti ‘kekasihnya’. Walaupun masih agak sempit, tapi karena sudah banyak pelumasnya, lebih mudah kali ini kemaluanku menerobos lembah kenikmatan Marini.

Kumainkan pantatku turun naik, sehingga tititku keluar masuk di lorong sempit Marini yang sangat indah itu.
Dan, sekali lagi akupun merasakan sedotan yang fantastis dari vagina Marini. Setelah 15 menit kami melakukan gerakan sinkron yang sangat nikmat ini, aku mulai merasakan kedutan-kedutan di kepala tititku.
"Marini, aku udah nggak kuat nih, mau keluar, sayang", kataku pada Marini.
"Iya Pak, Marini juga udah mau keluar lagi nih. Oohh, sshh, aahh.. bareng ya Pak Hartono.., cepetin dong genjotannya Pak" pinta Marini.

Akupun mempercepat genjotanku pada lobang vagina Marini yang luar biasa itu, Marini mengimbanginya dengan ‘mengulek’ pantatnya dengan gerakan memutar yang sangat erotis, ditambah dengan sedotan alami didalam vaginanya. Akhirnya aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi, sambil mengerang panjang, tubuhku mengejang.
"Marini, hh.. hh, aku keluar sayaang" Air maniku muncrat dalam vaginanya.
Di saat bersamaan, Marini pun mengejang sambil memeluk erat tubuhku.
"Pak Har, Marini juga keluar paakk, sshh, aahh".

Aku terkulai di atas tubuh Marini. Marini masih memeluk tubuhku dengan erat, sesekali pantatnya mengejang, masih merasakan kenikmatan yang tidak ada taranya itu. Nafas kami memburu, keringat tak terhitung lagi banyaknya. Kami berciuman.

"Marini, terima kasih yaa, vagina kamu enak sekali" Kataku.
"Pak Hartono suka vagina Marini?"
"Suka banget Mar, abis ada empot ayamnya sih" jawabku sambil mencium bibirnya.
Kembali kami berpagutan.
"Dibandingin sama Bu Dewi, enakan mana Pak?" pancing Marini.
"Jauh lebih enak kamu sayang" Marini tersenyum.
"Jadi, Pak Hartono mau lagi dong sama Marini lain kali. Marini sayang sama Pak Hartono"
Aku tersenyum dan memeluknya.

Pembantu ibuku sekarang jadi kekasih gelapku. Saat rumah sepi, Marini menjadi pelampiasanku. Aku senang vaginanya yang masih sempit.

- TAMAT -

Tidak ada komentar: