Sabtu, 20 April 2013

Nikmatnya Dikentot Tiga Bapak-bapak

Namaku Melani, usiaku 21 tahun, masih kuliah salah satu universitas di Jakarta. Saat masih SMA,  aku punya banyak kesibukan seperti les dan belajar kelompok. Akibat itu, aku sering pulang malam.

Aku sendiri tidak takut, karena sudah sering. Jika pulang malam, aku menggunakan jasa ojek untuk mengantarku ke rumah. Oya, aku akan menceritakan diriku terlebih dahulu. Saat itu, aku berumur 16 tahun. Kulitku sawo matang seperti kebanyakan gadis jawa, rambut lurus panjang  berwarna hitam sepunggung.

Bentuk fisikku biasa saja, tinggi 163 cm dengan berat 51 kg. Ukuran bra 34B. Ketika itu, aku belum tahu tentang sex sama sekali. Maklum, aku tinggal di lingkungan yang baik-baik. Kejadian yang mengubah hidupku terjadi ketika suatu hari aku pulang dari rumah temanku.

Waktu itu sekitar bulan November, ketika Jakarta memasuki musim hujan. Aku pulang dari rumah teman sekitar jam 8 malam dengan menggunakan ojek. Aku selalu memilih pengemudi ojek yang tampangnya baik-baik.

Pengemudi ojek yang kutumpangi kali ini sudah sudah tua kira-kira 50-an tahun dan tampangnya penuh senyum. Sepanjang perjalanan dari daerah Lenteng Agung ke rumahku di Srengseng Sawah, beliau mengajakku ngobrol dengan sopan sambil melajukan motornya pelan-pelan. Namun di tengah  jalan hujan mulai turun dan semakin deras. Bajuku sudah setengah basah akibat hujan dan tampaknya tukang ojek yang namanya Pak Handoko melihatku hampir kuyup dan kedinginan.

Dia mengajakku berteduh terlebih dahulu di pos ojek terdekat. Pos itu tidak seperti gubuk-gubuk yang biasa dijadikan pos ojek dan penerangannya cukup baik. Di dalamnya terdapat dua pengemudi ojek lain yang juga menunggu hujan, sebut saja namanya Pak Fachri dan Pak Syahril usianya setara sekitar 50 tahunan.

Pak Handoko memintaku masuk agak ke dalam karena hujan sudah sangat deras. Sementara itu, Pak Handoko terlihat ngobrol dengan Pak Fachri dan Pak Syahril sambil sesekali melihat ke arahku.
Agak risih juga, karena aku gadis seorang diri di sana sementara baju SMA ku yang sudah lembab terlihat agak transparan.

Beberapa lama kemudian, karena hujan belum reda, Pak Fachri menawarkan teh manis hangat yang tersedia di pos tersebut. Tanpa curiga aku meminumnya sementara mereka melihatku sambil tersenyum. Setelah itu, mereka mengajakku ngobrol macam-macam. Kira-kira 5 menit kemudian, aku mulai merasa agak panas.

Rasanya gerah sekali bajuku, padahal masih lembab. Anehnya aku juga mulai berkeringat. Mereka yang melihat reaksiku. "Kenapa neng, gerah ya?,” tanya Pak Handoko.
"Iya nih pak, panas,” jawabku. "Buka saja neng bajunya" timpal mereka bertiga hampir bersamaan.

Gila, yang benar saja. Aku diam saja mendengar omongan mereka, aku anggap hanya lelucon orang dewasa. Tapi beberapa saat kemudian, tangan mereka mulai nakal menggerayangi pahaku yang masih terbungkus rok abu-abu. Aku yang semakin kepanasan mencoba menepis tangan mereka. "Ih, apa sih pak, jangan macam-macam ah" kataku. "Ga apa-apa neng, sekali-sekali, ntar neng juga doyan kok” kata salah seorang bapak.

Sial, berani benar mereka, aku mencoba melawan dan teriak minta tolong, tetapi karena hujan sangat deras dan jalanan sepi, tidak ada yang mendengarku. Seketika itu juga, aku didorong hingga rebah di dipan pos tersebut. Tangan dan kakiku dipegangi.
"Neng, kalo neng diem, kita janji deh ga bakalan bikin neng kesakitan, malah kita puasin.” kata Pak Handoko.

Aku diam saja melihat mereka, pikiranku antara sadar dan tidak, aku merasa kepanasan seolah ikut bergairah meladeni mereka. Pak Fachri dan Pak Syahril mulai melepas kancing seragamku sedangkan pak Handoko menyingkap rokku dan mengelus-elus pahaku. Sekarang Mereka mulai mencumbui daerah dadaku dan pahaku.

"Ahh, pak, jangan pak.. saya belum pernah.. ahh”
Mereka malah semakin liar menjilatinya. Pak Fachri mulai menggerayangi punggungku mencari kancing bra ku, tapi anehnya aku malah ikut mengangkat punggungku untuk membantunya.

Seketika itu dadaku terpampang jelas di depan mereka, menjulang keluar seperti bukit, dengan puting warna coklat muda. Pak Fachri dan Pak Syahril kemudian menghisap putingku perlahan, membuat putingku makin tegak berdiri dengan keras. Jilatan lidah Pak Handoko semakin nakal, kadang-kadang menyelinap ke balik CD ku yang sudah basah membuatku semakin kepanasan.
"ahh.. Pak.. Ouch..” kataku makin tak jelas.

Pak Handoko mulai menarik CD ku. Aku mengangkat pantatku untuk membantunya.
"Wah, cantik banget neng, vaginanya. Masih perawan ya" begitu kata beliau ketika melihat vaginaku yang berwarna merah muda dengan bulu vagina yang jarang dan tampak mengkilat karena lendir kewanitaanku.

"sekarang saya bikin neng puas deh" dan setelah itu beliau mulai menjilati daerah pribadi saya. Saat itu, saya berpikir saya sedang dikerjai, tapi justru saya menikmatinya. Ketika mereka sudah tidak menahan tangan dan kaki saya, tangan saya malah mulai ikut menekan-nekan kepala pak Fachri dan Pak Syahril sedangkan kaki saya menjepit kepala Pak Handoko seolah ingin mendapatkan kenikmatan lebih. "ahh.. ahh.. ahh. Pak.. ahh.. enakh.. trus..” aku meracau terus tanpa henti
ketika pak Handoko memainkan klitorisku "Ahhh.. Pak.. aku mau pipis.. ah..”
"Arrhhhh..” aku teriak sekencangnya ketika aku orgasme untuk pertama kalinya.

Seketika itu badanku lemas tidak bisa bergerak. Sementara mereka malah keenakan menjilati vaginaku bergantian, menghabiskan lendir kewanitaanku yang sudah banjir di rok. Kemudian sisa bajuku dilepas semua hingga aku bugil. Mereka juga melepaskan baju mereka hingga kami berempat bugil di pos ojek tersebut.

Hujan masih sangat deras hingga tidak satu pun orang mengetahui kejadian ini. Mereka mulai merangsangiku lagi dengan menjilatiku, kali ini Pak Handoko dan Pak Syahril menjilati putingku, sedangkan pak Fachri menjilati liang kewanitaanku.

Aku yang masih di bawah pengaruh obat perangsang kembali bergairah menerima perlakuan mereka.
"ahh.. ahh.., udah ahh. Terusin Pak.. ahhh. Emh.. Pak.. enak banget..” kataku tak karuan.

Pak Fachri menjawab, "Vaginamu juga enak say”
"ahh.. ahh” aku menggelinjang menerima perlakuan mereka, sekarang adegan yang seharusnya pemerkosaan sudah berubah menjadi adegan sex yang kuinginkan lebih. "ahhh.. Pak aku mau keluar..”

Kali ini ketika mereka tahu aku mau orgasme, mereka berhenti merangsangku. Aku yang sudah sangat horny sedikit kecewa waktu itu, tapi Pak Fachri malah rebah di sampingku dan kedua pengojek lain menuntunku ke atas tubuh Pak Fachri.

Ketika bibir Vaginaku tersentuh kepala penis Pak Fachri yang besar dan panjang, aku merasa sangat terangsang. Dalam keadaan terangsang berat, aku mulai memegang penis Pak Fachri yang sudah sangat besar, dan memainkannya di bibir vaginaku.

Sesekali Pak Fachri menarikku hingga kepala penisnya masuk ke vaginaku. Sementara dua pengojek lainnya masih memainkan putingku dan bibirku. Aku merasa sangat kenikmatan. Kukocok penisnya di ujung vaginaku, semakin lama ku dorong semakin dalam dan akhirnya.
"Ahhh.. ahhhh.. ahhhhhhh” tembus sudah keperawananku.

Pak Fachri mendiamkan batang penisnya sebentar, membiarkanku beradaptasi dengan benda besar di dalam vaginaku sambil menikmati pijatan dinding kemaluanku yang masih sangat rapat.

Kemudian Pak Fachri mulai menaik-turunkan badanku hingga aku mendesah keenakan. Lama kelamaan aku bisa mengocok penisnya dengan vaginaku sendiri. "Ahhh.. ahhh.. cplok cplok... ehhhhhggghhh..” begitu bunyi permainan kami. "Enak banget vaginamu, say. Masih rapet” kata Pak Fachri yang kemudian menarikku dan menghisap putingku.

"Hmmm ahhh.. Ssshhhh enghhhhh.. ahhhhh.. awhhhh..” aku tak bisa berkata-kata lagi karena terlalu keenakan menikmati penis Pak Fachri.

Di lain sisi. Pak Handoko mengocok batang penisnya yang besar dan panjang melihat adegan kami dengan Pak Fachri, sedangkan Pak Syahril mencoba mengeksplorasi liang pantatku. Beliau memasukkan jarinya.

"Ahhh sakit pak.. ahhh..” begitu kataku, ketika jari tengahnya masuk.
"Sabar neng, nanti juga enak..” kata pak Syahril, kemudian malah memasukan batang penisnya yang besar ke anusku. Rasanya sangat sakit.
"Arrrghh.. Sakit pak.. sudah..” tapi beliau tak peduli, penis besarnya terus dimasukkan hingga dalam kemudian aku dibiarkan istirahat.

Setelah terbiasa, mereka berdua mengocokku, aku seperti isi sandwich, Pak Fachri mengocok vaginaku dari bawah sedangkan Pak Syahril mengocok anusku dari atas. Aku teriak-teriak, antara keenakan dan kesakitan.

"arrrgghh.. ahhh..ahhh..”
"Owhhh.. enakkk... trusss... Ssshshhhhhh...”
Pak Handoko yang melihat adegan kami dipanggil kedua rekannya.
"Pak, jangan bengong saja, ini masih ada satu lobang” sambil menunjuk mulutku.

Pak Handoko memasukkan penisnya ke mulutku hingga aku sesak napas. Kepalaku ditariknya maju mundur hingga ke tenggorokan. Aku semakin kewalahan menghadapi nafsu binal mereka. Semakin lama aku semakin tidak sadar dengan apa yang ku perbuat.

"Ahhh.. ahh..” desahku di antara hisapan penis Pak Handoko.
"ahhkk.. neng enak banget vaginanya..” kata Pak Fachri
"trus neng, jangan berhenti” kata Pak Handoko. "Neng, bentar lagi keluar nih” kata Pak Syahril.
"Arrrrrhhhh... ssshhhhh” Seluruh tubuhku terasa bergetar.

Aku ambruk di atas tubuh Pak Fachri yang berbulu lebat. Kukeluarkan seluruh lendir kewanitaan dari vaginaku hampir bersamaan dengan ketiga orang itu mengeluarkan spermanya di dalam vaginaku. Sesaat kemudian aku tak sadarkan diri. Ketika aku sadar, aku sudah kembali berpakaian dengan kusut. Seluruh tubuhku lemas.

Jam menunjukkan pukul setengah 11 malam. Vagina dan anusku masih penuh dengan sperma ketiga bapak-bapak ini. Aku masih dipeluk Pak Fachri, dia hisap mulutku yang penuh sperma. Dia minum sisa-sisa sperma dalam mulutku.

Lima menit kemudian, ketika aku sudah mampu berdiri, Pak Handoko memelukku dan meremas buah dadaku. "Mau kita kentot lagi Neng? Bapak masih belum puas Neng," tanya pak Handoko.

Aku menggeleng tanda menolak, sehingga dia mengantarku pulang sampai ke rumah. Orang tuaku menanyaiku, tapi aku telalu lelah sehingga aku langsung masuk kamar dan tidur.

Itu lah pengalaman pertamaku melakukan hubungan sex dengan orang-orang yang sudah sepantasnya jadi Papaku. Sampai saat ini, seringkali aku rindu disetubuhi ketiga Bapak-bapak yang ganteng dan gagah ini lagi tapi aku masih tidak berani mengutarakan kepada mereka.

- TAMAT-

Tidak ada komentar: