Senin, 22 September 2014

ML dengan Pak Subarda, Ayah Tanteku

Pagi harinya dengan menaiki bis, kutinggalkan Jogja dengan sejuta kenangan bersama Pamanku menuju Surabaya. Siang harinya aku tiba di rumah Pakdeku di Surabaya. Pakde Gatot adalah kakak ibuku yang tertua, usianya 50 tahun. Pakde seorang pengusaha yang sangat sibuk sekali sehingga dia jarang sekali di rumah.

Di rumah paling-paling dalam setahun dia hanya 1 bulan, selebihnya mengurusi bisnisnya yang banyak di luar negeri. Mungkin inilah pertimbangan ibuku aku ikut Pakde pasti tidak akan menggoda lagi, memang betul sih pendapat ibuku, tapi pada akhirnya yang tergoda bukannya Pakde tapi Ayah dari Tanteku.

Tanteku seorang yang masih muda, usianya baru 30 tahun, dia merupakan sekretaris Pakdeku yang dinikahi oleh Pakdeku. Saking sibuknya Pakde, otomatis Tante sering ikut bisnis ke luar negeri dan jarang di rumah.

Sudah dua bulan aku di Surabaya, di rumah Pakde yang besar dengan 6 kamar tidur. Aku tinggal beserta 3 pembantu wanita dan 2 orang penjaga malam. Sejak aku datang dari Jogja, 2 hari kemudian Pakde dan Tante pergi ke Singapura menjalankan bisnisnya dan menemani kedua sepupuku yang masih SMP di Singapura sampai 2 bulan lebih tidak kembali ke Surabaya.

Rasa bosanpun timbul pada diriku, aku malas untuk mendaftarkan diri untuk kuliah. Akhirnya hari-hariku aku lewatkan hanya berenang di rumah Pakde, Nonton film dan jalan-jalan di Surabaya, sesekali kuhubungi ayahku di jakarta yang rupanya sejak aku tinggal di Jogja, ayah tidak tinggal lagi di rumah tapi tinggal di bengkel miliknya, jadi ayah dan ibuku sudah pisah rumah. Terus terang, kuhubungi ayahku untuk melepaskan rinduku atas belaian pria yang sudah 2 bulan tidak menyentuhku.

Suatu siang aku sedang berenang tiba-tiba suara pembantu rumah Pakde mengejutkanku.
"Mbak, di ruang tamu ada Tuan Subarda lagi nunggu."
"Siapa itu Mbok?"
"Tuan Subarda khan bapaknya Nyonya, Mbak Ver belum kenal yach..? Wah.. waktu Mbak belum di sini Pak Subarda sering ke sini, orangnya baik loh Mbak tapi suka ngodain pembantu di sini."
"Hush, Mbok ini nggak boleh bicara begitu!"
"Wah, Mbak ini nggak tau sih, wong 6 bulan lalu ditinggal mati sama istrinya."
"Mbok, sudahlah nanti saya adukan ke Tante loh."
"Eh, jangan Mbak, tapi hati-hati loh Mbak!"

Kulilitkan baju handuk dan kutinggalkan sang pembantu itu di kolam renang, aku menuju masuk ke dalam rumah menuju ruang tamu. Pria berusia sekitar 53 tahun itu lagi duduk di kursi tamu. Tanpa malu, aku hampiri dia yang lagi asyik menyeruput minuman jeruk.


"Maaf, saya Verra, saya keponakannya Pakde Gatot, Bapak siapa?"
"Eh, saya Subarda, saya Bapaknya Tantemu. Pada kemana mereka, apa lagi keluar negeri?"
"Oh iya Pak, Pakde dan Tante sudah dua bulan ada di Singapura."
"Oh, pasti lagi nemuin kedua cucuku yach, Ivan dan Maya."
"Oh iya betul, Pak."

Keraguanku terhadap orang ini terjawab setelah dia menyebutkan kedua sepupuku, tapi yang aku rasakan tidak enak adalah tatapan matanya yang tajam ke arahku dimana dia seakan terangsang melihat tubuhku yang basah oleh air kolam hanya terbungkus bikini dan baju handuk. Pikiranku langsung tertuju kepada perkataan pembantu tadi.

"Kamu, Verra keponakan Gatot dari mana?"
"Saya dari Jakarta, tujuan saya mau kuliah di sini, kalau Eyang Subarda dari mana?"
"Saya dari Banyuwangi, Tantemu khan asalnya sana, tapi tolong jangan panggil saya Eyang yach, panggil saja Pak Subarda, Saya biasa nginap di sini kalau ke Surabaya, yach kalau lagi kangen dengan Tantemu."
"Oh, iya Pak, ya sudah silahkan Pak, nanti kamar Bapak biar disiapkan, sekarang saya mau ganti baju dulu sehabis berenang."

Kutinggalkan bapaknya Tanteku di ruang tamu, sementara aku berjalan menuju kamarku yang ada di lantai atas untuk ganti baju seusai berenang. Kumasuki kamar tidur lalu kulepaskan jubah mandi yang agak basah dan masuk kamar mandi. Setiap kamar tidur dilengkapi kamar mandi. Kutanggalkan bikini lalu kuputar tombol kran shower dan kubasuh badanku yang bugil dengan air.

Seperti biasanya aku mandi tidak pernah kututup pintu kamar mandi yang kututup hanya pintu kamar dan kukunci, tapi mungkin aku lupa menguncinya karena aku tidak sadar kalau Pak Subarda (bapaknya Tanteku) mengikutiku dan sekarang ada di kamar sedang memperhatikan aku mengguyur badanku di bawah shower.

Sepuluh menit sesudah aku mandi, ketika aku keluar dari kamar mandi dan akan mengambil handuk di dalam lemari untuk membasuh tubuhku tiba-tiba aku dipeluk oleh Pak Subarda yang muncul dari balik pintu kamar mandi yang terbuka. Aku pun kaget setengah mati dan berusaha berontak untuk melepaskan dekapan Bapak Subarda.

"Ver, tubuhmu indah sekali sudah 10 menit aku menikmati tubuh bugilmu terguyur air, sekarang layanilah aku!"
"Ah, jangan paksa saya Pak, Bapak kok bisa masuk kamar saya, tolong lepaskan Pak.."
"Kamu khan sengaja tidak mengunci kamarmu khan, biar aku bisa masuk."
"Ah.. jangan.. lepaskan saya, Pak..!"

Tenagaku yang lebih kuat dari dekapan Pak Subarda akhirnya terlepas juga.
"Ver, maafin saya yach, tolong jangan kasih tau kepada Tantemu yach kalau saya berbuat tidak baik padamu tolong yach..!"

Pak Subarda lalu berbalik dan akan menuju keluar dari kamarku tapi kucegah karena tiba-tiba rasa kangen atas sentuhan laki-laki timbul dari diriku.
"Pak.. maafin Ver juga yach, kalau Bapak minta baik-baik pasti saya kasih kok Pak.."
"Ah, yang benar nih, kamu nggak marah dan kamu nggak akan ngadu ke Pakde dan Tantemu.."
"Enggak Pak, dijamin kerahasiaannya deh, sini Pak!"

Pak Subarda kaget melihat reaksiku yang tiba-tiba menerima dirinya. Pak Subarda yang sekarang di depanku semakin kaget ketika tanganku menjamah batang kemaluannya yang masih tersembunyi di balik celananya kuelus dengan lembut. Aku yang makin terangsang segera jongkok di depannya dan kuturunkan celananya sehingga batang kemaluan Pak Subarda yang sudah mulai mengeras terpampang jelas di hadapanku dan mulai kumainkan lidahku dengan menjilati batang kemaluan itu yang kira-kira panjangnya 20 cm, bentuk dan ukurannya tidak jauh berbeda dari milik kepala sekolahku dulu tapi kulitnya agak keriput mungkin karena usianya yang jauh berbeda. Pak Subarda kuperkirakan berusia 60 tahun.

Seranganku bukan hanya lidah saja, mulai kucoba kumasuki ke dalam mulutku batang Pak Subarda yang membuat dirinya makin mengelinjang, matanya pun merem-melek dan tangannya mulai mengusap-usap kepalaku. Hal itu kulakukan kira-kira 15 menit dan kusudahi ketika batang itu mulai basah oleh ludahku dan vaginaku juga sudah mulai merasa kembang kempis ingin ditusuk sesuatu. Aku lalu berbaring di tempat tidurku sementara Pak Subarda sedang melepaskan baju dan celananya hingga dia bugil, kulihat dia berjalan ke arahku yang terbujur bugil di tempat tidur, kakiku kulebarkan sehingga bau harum vaginaku menyerbak ke ruang tidurku.

"Ver, Bau apa nih wangi sekali.."
"Bau dari vagina Ver, Pak Subarda mau khan?"
"Woow, mau sekali."

Pak Subarda (ayah Tanteku) kini telah berdiri di samping tempat tidur, batang kemaluannya yang sudah mulai keriput menggantung dengan tegang di hadapanku, dimana tadi sudah basah oleh ludahku. Tapi Pak Subarda malah berjongkok dekat pahaku. Tangannya yang juga sudah keriput mulai mengusap sekitar pahaku yang putih dan mulus lalu kepalanya yang agak botak didekatkan ke vaginaku. Hidungnya mengendus-endus membaui vaginaku.

"Ver, wangi sekali yach, pasti rasanya enak deh, boleh Bapak coba sekarang?"
"Silakan Pak, pokoknya yang enak aja deh buat Bapak, mau diapain juga boleh."
"Terima kasih ya, Ver."

Lidah Pak Subarda mulai menyapu sekitar bibir vaginaku lalu ditusukkan lidahnya ke dalam liang vaginaku dan disedot-sedot liang vaginaku yang membuat diriku melintir keenakan, maklumlah sudah 2 bulan tubuhku tidak disentuh oleh laki-laki.
"Aahh.. aahh.. Pak.. enak.. sekali lidah Bapak.. vagina.. Ver.. rasanya ditarik-tarik arghh.. terus.. terus Pak.. arghh.."
"Vaginamu enak sekali.. Ver.. seumur hidup.. baru.. kali ini.. saya nemu.. vagina.. begini enak.. slurpp.."

Vaginaku disedot-sedot berkali-kali hingga aku menggelinjang ke kiri dan ke kanan membantingkan kepalaku. Rasa nikmat yang sangat barulah aku dapatkan sekarang dari Pak Subarda, sedangkan dari pria sebelumnya aku belum pernah senikmat ini. Vaginaku disedot selama 15 menit, dimana cairan putih dan kental mulai membasahi vaginaku tapi dengan cekatan Pak Subarda melahapnya sampai habis.

Setelah puas dengan vaginaku, Pak Subarda lalu berdiri tepat di sisi tempat tidur, tubuhku diputar hingga kakiku menjuntai ke bawah, lalu batangnya diarahkan tepat pada vaginaku yang sudah basah oleh cairan putih dan kental. Batang kemaluan Pak Subarda sudah menempel tepat di liang vaginaku dan mulai dihentakkan keluar-masuk vaginaku yang agak basah. Batang yang besar dan panjang dihentakkan berkali-kali ke dalam vaginaku, baru yang ke-10 kali hentakan, masuklah batang itu ke dalam vaginaku. Batang kemaluan Pak Subarda rasanya seperti punya ayahku, baik panjang maupun besarnya, bedanya hanya pada kulitnya yang agak keriput yang membuatku agak kegelian atas gesekan di dalam vaginaku.

"Ahh.. ehh Pak.. batang Bapak membuat saya geli-geli enak deh.. habis agak keriput, maka gesekannya membuat saya kelojotan keenakan."
"Oh.. iya, vaginamu juga rasanya enak sekali, punya saya kayak dijepit dan dipelintir, aahh.. aahh.."

Vaginaku disodok-sodok sama batang Pak Subarda sampai kira-kira satu jam lamanya yang membuat tubuhku kejang di saat aku mencapai titik orgasme dimana cairan putih kental keluar dengan derasnya dari vaginaku yang masih tertusuk batang kemaluan Pak Subarda yang masih saja tegang dengan kerasnya.

"Ohh.. ohh.. aarghh.. arghh.. aahh.. aahh.. sshh.. aahh.. se.. sedap.. deh.. Pak.."

Lemaslah tubuhku hingga berasa sampai tulangku, tapi Pak Subarda masih saja bertenaga untuk melanjutkan permainan seks denganku dimana tanganku lalu ditarik dan digendongnya tubuhku oleh tubuhnya yang lebih kecil dari tubuhku tapi tenaganya luar biasa, lalu gantian sekarang Pak Subarda yang berbaring dan tubuhku terbaring lemas di atasnya. Selama dia melakukan tukar posisi, batangnya masih ada di dalam vaginaku.

Hentakan batangnya pada vaginaku berlanjut hingga aku makin tidak bertenaga karena tenaga Pak Subarda yang sungguh luar biasa, hampir 1 jam lamanya vaginaku diserang oleh batang Pak Subarda bertubi-tubi, payudaraku yang putih, ranum dan menantang pun sudah menjadi bulan-bulanan dari mulut Pak Subarda, payudaraku sudah diisap, dikenyot dan ditarik-tarik puting coklatku oleh giginya yang mulai ompong.

Vaginaku akhirnya mengeluarkan kembali cairan putih, kental dan harum untuk kedua kalinya sedangkan Pak Subarda belum berasa apa-apa. "Argh.. argh.. aagghh.. oohh.. oohh.. Pak.. saya.. keluar.. lagi.. nich.. aagghh aghh.. aghh.." Lemaslah tubuhku di atas tubuh Pak Subarda, untuk kedua kalinya.

Sementara Pak Subarda yang masih bertenaga mencoba posisi baru lagi yaitu dimana batang kemaluan Pak Subarda yang masih menancap di vaginaku dia memutarkan badanku hingga sekarang posisinya berubah menjadi aku di bawah seakan aku menungging dan disodok oleh batang kemaluannya yang masih saja keras.

Posisi dimana aku menungging dan disodok oleh Pak Subarda dilakukannya selama kurang lebih satu jam lagi yang mana aku tidak merasakan apa-apa karena saking lemasnya tubuhku.

Pak Subarda akhirnya mencapai puncak kenikmatan yang pertama kalinya dimana sebelumnya aku juga mencapai puncak kenikmatan untuk ketiga kalinya.

"Aghh.. aghh.. Pak aku.. keluar lagi nich.. aghh sshh.. oohh.. oohh.. nikmat.. sekali.. Pak.."
"Aghh.. aawww.. oohh.. Ver.. aku.. juga.. keluar.. nih.. vaginamu.. luar biasa sekali.. deh.. aahh.. tapi aku.. masih belum terlalu puas.. nih.. tapi.. lumayanlah.. vaginamu.. nikmat, juga.."

Cairanku membasahi paha dan vaginaku dengan banyak sekali. Sementara cairan Pak Subarda yang hangat dan kental membasahi punggungku karena pada saat dia akan mengeluarkan cairan, batang kemaluannya sudah dilepaskan dari vaginaku. Lalu ambruklah tubuh Pak Subarda di atas tubuhku yang sudah lebih dulu ambruk.

Setengah delapan malam aku terbangun dari tidur sehabis 3 jam aku melayani nafsu lelaki Pak Subarda dan Pak Subarda sudah tidak berada dalam kamarku. Setelah aku membersihkan bekas cairan di vaginaku di kamar mandi, aku keluar kamarku untuk makan malam dimana aku hanya menggunakan daster untuk menutupi tubuhku sementara BH dan celana dalam kutanggalkan di kamar.

Ketika aku sampai di ruang makan, kulihat Pak Subarda baru saja selesai makan dan akan meninggalkan ruang makan kulihat dia hanya tersenyum kepadaku yang kubalas dengan senyuman. Selesai makan sebenarnya aku mencari Pak Subarda tapi di ruang keluarga tidak kutemukan, aku lalu berpikir mungkin dia sudah ada di kamarnya.

Jam 11.30 malam setelah nonton TV, aku beranjak menuju kamar tidurku untuk istirahat setelah tadi siang aku mengeluarkan banyak tenaga melawan permainan nafsu dari Pak Subarda, aku sedang berbaring di tempat tidurku tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan Pak Subarda berdiri di depan pintu dengan menggunakan piyama model baju handuk.

"Eh.. Pak Subarda, ada apa Pak?"
"Maaf, yach.. Ver.. boleh aku masuk.."
"Silakan Pak.."

Pak Subarda lalu masuk ke kamar tidurku dan langsung duduk di sampingku di tempat tidur, otomatis aku lalu merubah posisiku duduk di samping Pak Subarda.
"Ver, maaf yach tadi siang, saya berbuat salah."
"Eh, nggak apa-apa kok Pak, Ver senang kok, Ver benar-benar puas tadi siang, bagaimana dengan Bapak.. puas nggak?"
"Ah yang benar Ver, kamu nggak apa-apa nih, tapi memang saya belum puas tadi siang, bisa nggak kamu muasin saya malam ini, soalnya saya lagi coba pakai tangkur buaya.."
"Ah, masa sih Pak, tadi siang belum puas, tapi kalau malam ini Bapak mau puas juga boleh, tapi badan saya agak capai gara-gara tadi siang."
"Nggak, apa-apa kok Ver, kalau kamu capai kamu diam saja biar saya yang berpacu.. OK!"
"OK.. lah terserah Bapak."

Pak Subarda lalu langsung melepaskan baju piyama yang dikenakan setelah aku setuju untuk memuaskannya malan ini, batangnya yang menggantung keras menantang ke arahku. Baju dasterku langsung diloloskan dari tubuhku oleh bantuan tangannya dan kami pun melakukan hubungan layaknya suami istri. Malam itu aku dibikin pingsan sampai 3 kali, tenaga Pak Subarda benar-benar luar biasa, permainan kami berlangsung dari jam 12.00 malam dan berakhir kira-kira jam 05.00 pagi, ketika terdengar ayam berkokok.

Hebatnya Pak Subarda selama 5 jam permainan, dia hanya 1 kali mencapai puncak orgasme yaitu pada saat akhir permainan, sedangkan aku 5 kali orgasme dan 3 kali pingsan. Dan yang lebih hebatnya batang Pak Subarda selama permainan berlangsung tetap tertancap dalam vaginaku dan bermacam posisi serta tetap keras dan tegang selama 5 jam.

Hubungan permainanku dengan Pak Subarda (bapaknya Tanteku) tidak hanya terjadi di rumah Pakde dan Tante di Surabaya, kami pun melakukannya di Malang, Banyuwangi (rumahnya Pak Subarda sendiri) dan di Bali. Selama 4 bulan hubungan kami, dua bulan aku berada di Banyuwangi dan sisanya kami lakukan di Bali, Malang dan Surabaya.

Sesudah 4 bulan hubunganku dengan Pak Subarda akhirnya kami tinggal bersama, tanpa sepengetahuan tante. Pak Subarda mengajakku tinggal di Bali. Disana kami hidup serumah layaknya suami istri. Bahkan aku punya dua anak darinya. Kami juga tak pernah pulang kampung, dan tidak ada yang tau keberadaan kami.

Pak Subarda masih hebat untuk urusan ranjang. Setiap pulang dari tempat usahanya, dia selalu memanjakanku dengan seks, tentunya penisnya yang luar biasa hebatnya mengobok-obok isi vaginaku. Aku bahkan bisa puar beberapa kali saat bermain dengannya. Aku berharap dia selamanya bersamaku, meski kami belum menikah.**

Tidak ada komentar: